Selasa, 12 Juni 2012

KEUTUHAN RUMAH TANGGA, DITINJAU DARI HUKUM COULOMB
               
                Pepatah mengatakan bahwa rumput tetangga lebih hijau. Maka tidak ada salahnya bagi lelaki bujang berusaha merumput di negeri tetangga. Bisa di seputar Asia, bisa pula ke Eropa atau Amerika. Namun apabila sudah menikah memiliki anak-istri, peribahasa yang pas adalah : meski hujan emas di negeri tetangga, masih lebih baik hujan batu di negeri sendiri.
                Ketika seorang pria memasuki jenjang pernikahan, maka sudah semestinya dia mengakhiri segala bentuk petualangannya. Dia harus konsentrasi dan serius mengurus rumah tangganya. Kalau terpaksa harus tetap berpetualang, maka seyogyanya dia mengajak serta keluarganya. Repot dan ribet memang, tapi kalau tidak, keutuhan rumah tangganya riskan terhadap keretakan.

               Pasti semua sepakat tentang pernyataan bahwa salah satu yang menentukan keutuhan rumah tangga adalah rasa cinta atau rasa sayang sepasang suami-istri. Namun rasa cinta dan sayang saja tidak cukup, ada faktor lainnya yaitu jarak.
                Dalam ilmu fisika  rumusan yang berkaitan dengan keutuhan rumah tangga adalah :


Gaya Coulomb ( F ) setara dengan besar muatan ( Q1, Q2) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak kedua muatan.
                Diartikan bahwa keutuhan rumah tangga sebanding dengan rasa cinta di hati masing-masing, dan berkebalikan dengan kuadrat jarak keduanya. Ada empat kemungkinan yang bisa terjadi pada sebuah rumah tangga :
  1. Rasa cinta dan sayang di hati masing-masing suami istri kecil, sementara jarak keduanya berjauhan (misalnya si suami kerja di Afrika, sedangkan istrinya tinggal di rumah). Rumah tangga semacam ini masuk kategori bahaya alias darurat militer ! Andai dapat diprediksi sejak awal, maka semestinya tidak direkomendasikan untuk menjalani pernikahan. Karena secara perhitungan fisika, usia rumah tangganya tidak akan lebih lama dari umur tanaman jagung. 
  2. Rasa cinta dan sayang di hati masing-masing kecil, tapi jaraknya dekat. Sudah begitu ditambah kondisi rumahnya kecil, tempat tidurnya sempit, lampu penerangannya minim, piringnya cuma satu. Keluarga semacam ini masuk kategori sengsara membawa nikmat. Orang Jawa menyebutnya witing trisna jalaran saka kulina. Tidak tahu kapan tumbuh-kembangnya rasa cinta, tiba-tiba saja anaknya sudah lima.
  3. Rasa cinta besar, tapi jaraknya jauh.  Meskipun asmaranya bergelora tapi kalau berjauhan bisa  apa coba. Anak gaul bilang : makan itu cinta !. Keluarga ini senantiasa berada pada bayang-bayang kecemburuan dan ketidakpercayaan.  Kesetiaan mejadi taruhan besar. Keluarga ini masuk  kriteria awas dan  siaga penuh !
  4. Yang  ideal, rasa cinta besar berkobar-kobar  dan tidak terpisahkan oleh jarak. Nilai Q1 dan Q2 besar, sementara r2 nya kecil menjadikan alasan logis tentang mantapnya rumah tangga.

Dari  semua kemungkinan tersebut di atas, yang kedua dan keempatlah yang  memungkinkan terbina keluarga  sakinah, mawadah wa rahmah.  Jika kondisinya nomor empat, sudah pasti rumah tangganya  akan kokoh dan tahan goncangan. Jika  nomor dua, tidak perlu kawatir dan harus tetap optimis. Rasa cinta dan sayang (Q1 dan Q2) yang relatif kecil bisa dipupuk dan ditumbuhkembangkan, asalkan suami-istri tersebut tidak terpisahkan oleh jarak.
Sedangkan kalau keadaannya seperti nomor satu dan tiga, bisa saja keluarga tersebut bertahan utuh tapi dengan syarat memperkecil nilai r2 atau mendekatkan jarak. Mau-tidak mau dan tidak perlu menunggu kapan-kapan, Bang Toyibnya harus cepat pulang ! Atau sang istri menyusul Bang Toyibnya ke tempat rantauan.

Baca Juga :
 Air sebagai Pelarut                  

Tidak ada komentar: