Tentu ini bukan rahasia negara –karena yang saya kemukakan hanya
suasananya. Dalam beberapa sidang kabinet belakangan ini Presiden SBY
begitu keras –dalam ucapan maupun mimik wajahnya. Terutama ketika
menyangkut pelaksanaan program-program kabinet yang lambat. Bahkan,
Presiden SBY sampai masuk ke persoalan yang detail. Belum pernah
presiden memimpin rapat kabinet begini keras dan detail.
Misalnya, ketika membahas birokrasi yang menurut penilaian presiden
ternyata menjadi salah satu penyebab utama keterlambatan banyak program.
Dalam hal kelambanan birokrasi ini boleh dibilang presiden sudah sampai
tahap marah –benar-benar marah.
Misalnya, begitu banyak pejabat pusat dan di daerah yang mengatakan
bahwa rancangan keputusan sudah di meja presiden. Padahal, masih entah
di mana. Ini bisa menimbulkan anggapan presiden yang lambat.
Walhasil, keterlambatan birokrasi seperti itu tidak boleh lagi
terjadi pada 2012. Bahkan, entah sudah berapa kali presiden meminta agar
para menteri ”bekerja dan berpikir dan bertindak out of the box”. Tidak
boleh lagi bekerja seperti biasanya dan mengambil jalan yang biasa.
Bahkan, presiden sendiri seperti menantang birokrasi untuk beradu cepat.
”Hari ini sampai di meja saya, esok harinya sudah saya tanda tangani,”
tegas beliau.
Tentu kemarahan presiden seperti itu tidak akan sampai terlihat di
publik. Presiden terlalu santun untuk urusan seperti ini. Tapi, ke
dalam, terlihat jelas bahwa Presiden SBY berubah. Dia ingin mewujudkan
ucapannya di depan publik beberapa waktu lalu bahwa gaya kepemimpinannya
akan lebih tegas dan cepat.
Perubahan itu juga terasa saat melakukan perjalanan dengan naik
kereta api ke Cilacap pada 28 Desember lalu. Itulah perjalanan darat 6,5
jam untuk meresmikan dimulainya pembangunan kilang minyak Pertamina.
Inilah pembangunan kilang minyak pertama dalam masa setelah Orde Baru.
Sepanjang perjalanan itu berbagai agenda dibahas. Mirip rapat kabinet
terbatas yang sangat intensif. Soal kemiskinan, energi, pangan,
teknologi, perdagangan, sampai ke soal konsep mendasar perlunya Polri
menyesuaikan diri dengan tantangan baru: terjadinya ketegangan di
masyarakat seperti di Mesuji dan Bima. Sudah tentu dibahas pula program
BUMN –termasuk perlunya struktur beberapa BUMN diubah.
Dalam hal kemiskinan juga dibahas kondisi berbagai daerah. Saya
sempat menyampaikan terobosan yang dilakukan beberapa bupati dari daerah
tertinggal. Misalnya, bupati Lebak yang berambisi menuntaskan
ketertinggalannya pada akhir 2013. Juga bupati Ngada di Flores yang
sampai mengancam mengundurkan diri kalau DPRD setempat menolak
pengalokasian dana APBD untuk program pemberian sapi bagi 18.000
penduduk miskin di kabupaten itu.
Bupati ini memang istimewa. Mobil dinasnya Kijang tua karena dia
memilih APBD untuk mengurangi kemiskinan daripada untuk membeli mobil
dinas baru. Dia melihat tidak ada cara lain yang lebih cepat mengentas
kemiskinan di Ngada kecuali lewat pembagian sapi dan pembangunan
bendungan untuk irigasi di Bajawa.
”Rapat sambil menyusuri rel kereta api” itu juga berlangsung sangat
intensif karena kami berada dalam satu gerbong yang tempat duduknya
berhadap-hadapan sangat dekat. Waktunya juga sangat cukup. Tidak diburu
acara lain. Siang itu peralatan karaoke yang ada di gerbong tersebut
tidak laku. Presiden seperti tidak kehabisan agenda untuk dikemukakan.
Presiden seperti benar-benar tidak sabar ingin menuntaskan semua program
besar kabinet.
Setelah mengikuti beberapa kali sidang kabinet dan juga perjalanan ke
Cilacap ini, tampaknya reformasi birokrasi akan jadi salah satu fokus
presiden. Tampaknya, reformasi birokrasi tidak bisa ditawar lagi.
Presiden terlihat tidak puas mengapa reformasi birokrasi selama ini
hanya lebih banyak dikaitkan dengan perubahan sistem gaji.
Mengingat reformasi birokrasi akan menjadi salah satu agenda utama
2012, reformasi birokrasi di BUMN juga harus berjalan, bahkan lebih
cepat. Tidak boleh BUMN yang sifatnya lebih korporasi tertinggal oleh
kementerian lain yang orientasinya bukan korporasi. Kalau birokrasi yang
instansional saja bertekad melakukan reformasi, apalagi BUMN yang
korporasional.
Wajah korporasi jelas harus lebih cair dari wajah instansi. Masa lalu
BUMN yang lebih dekat dengan sifat instansional benar-benar harus
berubah. Itulah sebabnya, pelimpahan begitu banyak wewenang menteri
kepada setiap korporasi menjadi jantung dari reformasi birokrasi di
BUMN. Dengan reformasi kewenangan itu, rentetannya akan panjang:
komisaris tidak bisa lagi asal-asalan, direksi tidak bisa lagi main
politik dan sekaligus kehilangan peluang untuk menjilat.
Persetujuan dewan komisaris, misalnya, kini harus tegas: setuju atau
tidak setuju. Tidak bisa lagi ada dewan komisaris yang memberikan
persetujuan dengan catatan.
Selama ini terlalu biasa dewan komisaris dalam memberikan persetujuan
atas program direksi disertai catatan-catatan –yang kesannya dewan
komisaris ingin cari selamat sendiri. Secara berseloroh sering saya
kemukakan, sifat persetujuan dewan komisaris itu harus seperti wanita
yang habis bercinta: hamil atau tidak hamil. Tidak ada istilah ”agak
hamil” dalam kamus wanita. Karena itu, ke depan persetujuan dewan
komisaris harus tegas: setuju atau tidak setuju. Tidak ada istilah ”agak
setuju”.
Bagi saya, disetujui atau tidak disetujui tidak masalah. Yang penting
keputusan itu diberikan dalam waktu cepat. Korporasi memerlukan
kecepatan. Speed. Banyak sekali peluang yang lewat karena unsur speed
diabaikan. Pengadaan MA 60 Merpati menjadi contoh nyata hilangnya
kesempatan itu.
Katakanlah dewan komisaris tidak setuju atas usul program direksi.
Kemungkinannya masih banyak. Direksi merevisi usulnya, direksi menyadari
bahwa usulnya memang kurang bagus, atau direksi tetap merasa usulnya
sangat bagus. Dalam hal yang terakhir itu direksi diberi peluang untuk
appeal ke Kementerian BUMN. Kementerian BUMN-lah yang akan memberikan
penilaian siapa yang sebenarnya kurang entrepreneur. Kementerian tidak
akan memberikan kata putus karena kementerian tidak boleh intervensi
kepada korporasi. Tapi, kementerian bisa mengambil kesimpulan untuk
menilai personalia di kepengurusan BUMN tersebut.
Untuk itu, kuncinya adalah speed. Tidak disetujuinya sebuah program
pun tidak masalah asal keputusan diberikan dengan cepat. Tidak
digantung. Dengan demikian, direksi bisa segera menyusun langkah baru
lagi: merevisi, melupakannya, atau membuat program yang baru sama
sekali.
Tentu tidak hanya jantungnya yang berubah. Kulit-kulitnya juga perlu
berubah. Karena itu, saya sangat menghargai langkah Dirut PT Kereta Api
Indonesia (KAI) I. Jonan, yang pada 2012 ini akan mengubah seragam
karyawan PT KAI agar tidak lagi sama dengan seragam pegawai negeri
Kementerian Perhubungan.
Soal seragam, sebenarnya tidak terlalu penting. Ini hanya
kulit-kulitnya. Tapi, soal kulit kadang lebih menarik daripada isinya.
Sewaktu di PLN pun saya pernah menghapus baju seragam. Ini gara-gara
baju seragam dinilai dijadikan objek korupsi. Toh, kinerja tidak
terpengaruh oleh atau tanpa baju seragam. Tentu saya tidak antibaju
seragam. Silakan berseragam, hanya jangan dijadikan objek korupsi!
Gaya-gaya instansional BUMN yang lain juga harus berubah. Dan, ini
akan lebih banyak ditentukan oleh CEO-nya, oleh direktur utamanya.
Sangat tidak bernada korporasi kalau dalam acara-acara intern pun
seorang direktur utama memberikan sambutan dengan cara membaca sambutan.
Berpidato dengan cara membaca hanya boleh untuk acara yang melibatkan
pihak di luar perusahaan.
Karena itu, tim yang pekerjaannya membuatkan pidato direktur utama
sebaiknya juga dibubarkan. Tidak pantas di BUMN ada pegawai yang
pekerjaannya membuatkan pidato direktur utama –seolah-olah sang direktur
utama begitu tidak menguasai masalah perusahaan yang dipimpinnya.
Keberadaan staf ahli di sekitar direktur utama, kalau masih ada, juga
harus dihapus. Direktur utama haruslah orang yang paling ahli di
perusahaan itu. Saya tahu tidak semua direktur utama BUMN memiliki staf
ahli. Saya juga tahu bahwa banyak staf ahli yang sebenarnya tidak ahli,
melainkan hanya sebagai penampungan para senior yang harus ditampung.
Saya sendiri akan menghapus staf ahli menteri BUMN tahun ini.
Kebetulan beberapa staf ahli memang memasuki masa pensiun. Saya tidak
akan mengisi lowongan itu dengan orang baru. Penghapusan staf ahli
menteri BUMN ini merupakan langkah kedua. Langkah pertama sudah saya
lakukan dua bulan lalu: menghapus jabatan staf khusus menteri BUMN.
Meski tidak ada staf khusus, rasanya tidak ada sesuatu yang hilang.
Memang, masih ada satu orang yang selalu bersama saya, yakni A. Azis.
Tapi, dia bukan staf khusus. Jabatannya segera jelas bulan ini setelah
penataan di kementerian dilakukan. Tidak adanya staf khusus menteri BUMN
ini perlu diketahui –agar masyarakat jangan sampai ada yang tertipu.
Kementerian BUMN memang harus agak berbeda. Kementerian ini harus lebih
bernuansa korporasi.
Setelah tidak ada staf ahli dan staf khusus, saya akan lebih
bersandar kepada wakil menteri dan para deputy menteri BUMN. Saya harus
memercayai struktur sepenuhnya sampai personalia di struktur itu
diketahui tidak bisa dipercaya. Deputy-lah staf ahli dan staf khusus
saya yang sebenar-benarnya.
Tentu saya juga lebih bersandar kepada para direksi dan komisaris.
Terutama kepada direktur utama dan komisaris utama. Saya harus percaya
sepenuhnya kepada mereka dan mengandalkan sesungguh-sungguhnya mereka.
Lantaran merekalah tempat sandaran yang utama, orangnya harus kukuh.
Harus bisa diandalkan sebagai tempat bersandar. Tempat bersandar yang
rapuh hanya akan membuat orang yang bersandar kepadanya, seperti saya,
ikut roboh.
Maka, tidak ada pilihan lain. Begitu saya mengetahui tempat sandaran
saya itu ternyata tidak kukuh, pilihannya tinggal dua: membiarkan diri
saya ikut roboh atau saya mengganti sandaran tersebut dengan sandaran
lain yang lebih kukuh. Prinsip out of the box memang sudah waktunya
benar-benar dilaksanakan. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar