Senin, 19 November 2012

Sedikit Menyoal Sertifikasi Guru


Seusai “lulus sertifikasi” baik lewat jalur porto folio maupun PLPG, seorang guru tidak serta merta tenang menunaikan tugasnya sembari menunggu barakah tunjangan sertifikasinya cair. Tidak semudah itu. Disamping melengkapi segala piranti administrasi KBM-nya, ia harus memastikan bahwa jam mengajarnya setidak-tidaknya sama dengan ketentuan minimum. Syukur bisa lebih.



 
Mengenai piranti administrasi KBM, sementara ini dianggap tidak ada masalah (meskipun suatu saat ingin juga sedikit menyoalnya). Yang menjadi titik rawan justru pada pemenuhan ketentuan minimum jam mengajar. Untuk sekolah/madrasah negeri kelihatannya tidak begitu bermasalah karena memiliki rombongan belajar yang cukup. Demikian juga sekolah/madrasah yang “subur-makmur”. Namun berbeda halnya jika sekolah/madrasah tersebut “miskin”. Miskin dalam arti minim murid. Maka pemenuhan jam mengajar minimum bisa jadi menjadi penyebab tidak cairnya tunjangan sertifikasi.

Contoh kasus, saya sendiri yang berstatus sebagai guru Fisika di sebuah madrasah swasta. Data yang ada, kelas 10 memiliki 3 kelas (masing-masing mempunyai 3 jam pelajaran fisika/minggu), kelas 11 hanya ada 1 kelas jurusan IPA (4 jam/minggu) dan kelas 12 ada 1 kelas jurusan IPA (4 jam/minggu). Seandainya  saya mengajar pelajaran Fisika di semua kelas tersebut, total jam saya hanya 17 jam/minggu. Ini masih di bawah ketentuan minimal 24 jam/minggu.

Untuk mengatasi hal ini ada beberapa alternatif :
  1. Menjadi Kepala Sekolah/Madrasah, Wakil Kepala, Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium, Pembina Ekstrakurikuler, Pengajar bimbingan belajar atau yang lainnya.  Jabatan/posisi ini otomatis memiliki kredit jam tersendiri. Namun tidak semua guru beruntung mengambil alternatif ini. Alasannya pos-pos tersebut sudah diisi oleh orang lain.
  2. Mencari jam tambahan di sekolah/madrasah lain. Inipun tidak mudah untuk dijalani. Disamping guru yang bersangkutan harus pontang-panting mengejar jam tayang (karena pada jam-jam tertentu harus pindah sekolah/madrasah), ia pun akan kehilangan konsentrasi mengajar.
Meskipun seorang guru sudah berpeluang mengambil satu alternatif di atas, belum juga ada “jaminan aman”. Sebagai contoh kasus, isteri saya mengajar IPS di MTs swasta dengan jumlah total  3 rombongan belajar. Jika jumlah jam pelajaran IPS 5 jam/minggu, maka jumlah totalnya 15 jam. Untuk mengatasinya, isteri saya diberi tugas mengelola perpustakaan (menjadi kepala perpustakaan). Tugas tambahan inipun dijalani dengan tekun. Namun hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan manakala Pengawas Madrasah menyatakan bahwa perpustakaannya tidak layak. Beliaupun tidak berkenan menandatangani berkas sertifikasi. Akhir cerita, istri sayapun belum beruntung mendapat tunjangan sertifikasi.

“Menyoal” sertifikasi guru, sebagaimana pada judul di atas mungkin terjadi di banyak sekolah/madrasah khususnya yang berstatus swasta di daerah pinggiran. Sampai sekarangpun saya belum mengetahui jawaban pastinya. Padahal sebuah soal itu harus ada jawabannya. Jawaban sementaranya, wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: